ADS

Mencoba Menyamakan Persepsi Industrialisasi Umkm

Produksi massal tidak harus oleh satu perusahaan
Jumat sore ini kami terlibat diskusi asyik mengenai konsep industrialisasi UMKM di Roemah Watu Lawang, di tempat Papandayan Semarang bersama tenant-tenant inkubator bisnis AKSI (Asosiasi Klaster Indonesia). Dalam agenda ini bahwasanya saya diundang untuk menawarkan sharing perkembangan pemasaran ketika ini terkait dengan perkembangan teknologi digital yang sangat luar biasa dalam menghipnotis aspek-aspek kehidupan.

Diskusi Jumat sore di Roemah Watu Lawang di Roemah Watu Lawang, bersama Inkubator Bisnis AKSI.
Mengapa kita terlibat dalam diskusi konsep industrialisasi ini? Ternyata para tenant ini dibutuhkan dapat dikembangkan ke arah industri. Nah, masalahnya yaitu industri yang menyerupai apa dan bagaimana mencapaiknya itulah yang belum ada citra bagi para tenant inkubator bisnis ini. Kita harus menyepakati sebuah konsep industrialisasi terlebih dahulu sebelum menciptakan sebuah agenda ke arah sana.

Jika kita cermati ketika ini, sudah mulai ada "ketidakpedulian" konsumen apakah itu produk industri atau produk UMKM selama kualitas yang mereka harapkan terpenuhi. Industri otomotif pun sudah semenjak usang memberdayakan outsourcing komponen kepada UMKM. Beberapa industri ketika ini mengeluhkan daya saing produk mereka terkait dengan dilema efisiensi dan produktivitas, tingginya beban perjuangan mereka mulai dari listrik, BBM, gas, UMR, jaminan sosial dan pajak menciptakan mereka sulit mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang diharapkan.

Kecenderungan perkembangan bisnis ketika ini pun tidak mengarah kepada konsep industrialisasi yang konvensional melainkan ke arah konsep jaringan, contohnya lihat saja: Gojek, Grab, Uber, AirBnB, BukaLapak, Tokopedia, Investrree dan sebagainya. BukaLapak dan TokoPedia bahwasanya telah menciptakan jaringan basis produksi meskipun belum sepenuhnya menerapkan konsep pusat jaringan produksi dimana ada standaridasi produksi dan produk sebab memang fokus mereka yaitu di pemasaran produk.

Apakah kita masih mau mengarahkan UMKM menuju konsep industri yang konvensional? Pasti akan semakin jauh perjalananan para pelaku UMKM ini, belum lagi gempuran biaya perjuangan menyerupai kami sebutkan di atas akan semakin berat ke depan. Konsep efisiensi dan produktivitas harus menjadi landasan dalam membangun konsep industrialiasi yang modern. Sebenarnya konsep pusat produksi sudah muncul semenjak lama, namun perlu "di-digitaliasi" menajemannya. Sentra inipun harus berpola klaster sehingga setiap komponen industri sudah masuk di dalamnya, mulain dari supply materi baku, penyedia teknologi, kemudahan produksi, failitas pemasaran, kemudahan pembiayaan, kemudahan distribusi dan sebagainya.

Terlebih lagi standarisasi kualitas akan menjadi tuntutan pasar dan harus mendapat perhatian yang sangat mendasar. Mulai dari materi baku, proses maupun hasil akhir. Jika memang tujuan industri yaitu untuk produksi massal dan perembesan SDM maka dengan sistem pusat berpola klaster ini semua tujuan tersebut telah terpenuhi.

Jangan memaksa UMKM melompati "gap" yang lebar untuk menjadi industri, sistem pusat berpola klaster yaitu cara yang bijak untuk menciptakan industrialisasi UMKM. Digitalisasi administrasi jaringan dapat segera dipercepat sehingga dapat segera muncul sistem pusat berpola klaster ini.

Demikian diskusi kami sore ini, dan biar diskusi ini dapat menjadi sumbang pandangan gres dan saran kepada para pemangku kebijakan. Semoga sukses pembangungan industrialisasi UMKM yang dicita-citakan.





Subscribe to receive free email updates:

ADS