Surat Keterangan Tidak Mampu untuk Buyer. |
Jika melihat isu betapa maraknya SKTM untuk mengakali masuk sekolah, maka saya jadi teringat pengalaman saya tahun 2006 kemudian dikala masih bergelut di bisnis furniture. Pengalaman ini cukup usang memang alasannya lebih dari 12 tahun, dikala kondisi bisnis furniture masih terhitung cukup anggun sebelum tahun 2008 yang mulai menurun.
Menanggapi ajakan buyer yaitu salah satu rutinitas kerja saya, baik buyer yang sudah kerjasama dengan saya lebih dari 7 tahun maupun buyer-buyer yang baru. Untuk buyer-buyer yang sudah berjalan, tentunya tidak banyak duduk kasus yang sering muncul alasannya kami telah mengenali produk apa yang mereka butuhkan dan di level harga berapa mereka bisa membeli.
Namun untuk buyer-buyer gres aneka macam ragamnya, dari yang bonafide dan tidak bonafide. Dan pengalaman saya waktu itu yaitu dikala saya bertemu dengan buyer dari Australia yang berkantor di Yogyakarta. Setelah berkali-kali komunikasi via telepon dan email serta memenuhi ajakan pengiriman sample oleh mereka, saya diundang untuk bertemu dengan buyer tersebut yang berkantor di sekitaran Condong Catur.
Meeting hari ini cukup lama, alasannya banyak item yang harus kami tawarkan dan dinegosiasikan harganya dengan buyer tersebut, termasuk item-item yang sudah kami kirimkan sample-samplenya. Biasa, alasannya ternyata mereka juga yaitu perusahaan buying agent maka harga dari kami pun dinego habis-habisan hingga mendekati HPP.
Staff saya sudah sedari awal dikala buyer menawar harga kami, memberi arahan saya dengan nendang-nendang pelan kaki saya namun saya terus berusaha menyakinkan bahwa harga yang kami berikan yaitu harga yang terbaik alasannya kami yaitu produsen bukan trader. Buyer tetap alot dengan pendiriannya (biasa, jikalau bertemu dengan buying agent memang mereka sering menekan harga kita.), dan saya pun ketika masih melihat ada margin maka mempertanyakan bergotong-royong berapa sih quantity yang diharapkan alasannya pabrik kami memakai mesin sehingga semakin banyak order kami bisa menekan harga produksi sebagai besar.
Awalnya Buyer menyampaikan bahwa di awal order mungkin hanya sekitar 1 container, dan saya selanjutnya bagaimana? Apakah bisa 5 - 10 container per bulan? Dan buyer menyampaikan bahwa harga kita mahal, sehingga mungkin hanya beli 1 container saja. OK, sudah mulai terbaca kemampuan buyingnya, cuma 1 container dan itupun tidak per bulan.
Masih belum selesai, si buyer menyampaikan bahwa untuk kerjasama dengan perusahaannya maka kita harus mau menyebarkan mereka sample 1 item 1 sample. Saya tanyakan, biaya sample ikut beban siapa? Sample itu untuk apa? Jika untuk sekedar mengetahui level workmanship kami, 1 atau 2 sample sudah cukup. Tetapi jikalau setiap item harus ada 1 item dan biaya itu dibebankan kepada kita, maka kami harus bicarakan sebelumnya.
Sebagaimana kita ketahui, biaya menciptakan sample untuk perusahaan full machine made cukup mahal. Biasaya kami mendapat order dari buyer yang menawarkan sample atau as built drawing dari buyer untuk kami kerjakan dan selama itu tidak ada masalah.
Ternyata buying agent tersebut meminta semua biasa sample ada FREE untuk dia. Coba bayangkan? Quantity order cuma 1 container dengan harga yang hanya tipis di atas HPP dan kam membiayai pengembangan produk mereka dengan biaya kami. Ha-Ha, buying agent ini terang miskin (pikir saya), dan selanjutnya saya pun menyampaikan kepada buyer tersebut: "Mister, jangan kuatir semua sample yang sudah saya kirimkan (sekitar 3 item) dan sample lain akan kita buatkan GRATIS, cuma tolong berikan saya 1 surat keterangan saja dari kelurahan setempat bahwa anda yaitu BUYER yang TIDAK MAMPU!"
Dan buyer yang sudah fasih berbahasa Indonesia tersebut merah padam mukanya alasannya tidak pernah membayangkan prospek suppliernya menyindirnya dengan SKTM tersebut di atas. Saya pamit untuk menawarkan waktu si buyer berpikir jernih, dan selama perjalanan pulan Yogya - Semarang, staff saya tidak bisa menahan tawa denga apa yang saya sampaikan ke buyer tersebut.
Sekedar sharing, dan saya yakin banyak teman-teman ketemu dengan type buyer yang semacam ini. Tapi perlu diingat, bahwa semenjak saya perlakukan ibarat itu justru buyer tersebut selanjutnya menjadi sobat baiknya, meskipun tidak berbisnis di bdang furniture lagi. Sukses!