Pembina UMKM, Berakhir Sebagai Pembina atau UMKM? |
Apakah pembina UMKM itu sebuah profesi? Pastinya bukan, alasannya yakni banyak diantara pembina UMKM yakni relawan, baik dari akademisi, pelaku perjuangan maupun dari asosiasi atau organisasi non profit. Teman-teman pembina UMKM pun pada balasannya ingin menjadi seorang entrepreneur murni, yaitu pelaku UMKM itu sendiri atau bahkan mereka memang sudah menjadi seorang pelaku usaha.
Entrepreneurship was born from the entrepreneurial process - atau dalam bahasa Indonesianya "kewirausahaan lahir dari proses kewirausahaan" bisa memicu perubahan sistem pembinaan ketika ini yang masih bersifat "volunteer" menjadi sebuah peluang perjuangan edukasi yang komersial dalam pengembangan UMKM di Indonesia. Untuk menjadi sebuah peluang perjuangan yang komersial, maka konsep-konsep dan tahapan pembinaan UMKM ini harus terang dan terukur sehingga memungkinkan dalam pengelolaan manajemennya.
Tugas pemerintah dalam membina UMKM seharusnya bisa menjadi lebih ringan ketika muncul pengusaha-pengusaha edukasi bisnis yang bisa menyediakan wadah dan akomodasi dalam pembinaan UMKM yang lebih profesional dan komersial. Persaingan akan terbuka baik dari pengusaha individu hingga dengan perguruan tinggi yang ketika ini dituntut untuk menyediakan SDM yang siap berwirausaha sesudah lulus kuliah.
Ketika pembinaan UMKM masih ditangani oleh pemerintah alasannya yakni ada anggaran yang dialokasikan untuk aktivitas tersebut, konsep "kewirausahaan lahir dari proses kewirausahaan" tidak berjalan dengan benar. Mindset "gratis" yang sering kami hadapi dalam pembinaan UMKM justru menghambat lahirnya bisnis baru. Para pelaku UMKM niscaya lebih menentukan dibina oleh pemerintah daripada institusi swasta, alasannya yakni mereka tidak perlu bayar tetapi justru mendapat uang saku dan juga akomodasi lain. Peluang institusi swasta untuk membuka perjuangan dalam training UMKM menjadi semakin sempit alasannya yakni harus bersaing dengan pemerintah yang bisa memperlihatkan akomodasi gratis. Sehingga akhirnya institusi swasta terpaksa harus mencari "donasi" atau "sponsorship" untuk membiayai kegiatan pembinaan UMKM tersebut semoga pelaku UMKM bisa juga mendapat akomodasi yang "gratis". Namun justru hal ini yang semakin melenceng, alasannya yakni pada balasannya pembinaan UMKM menghasilkan UMKM yang bermental gratis, bukan menghasilkan seorang entrepreneur sejati.
Pelatihan-pelatihan gratis yang digelar oleh pemerintah memicu keraguan dari beberapa event organizer untuk menggelar pelatihan-pelatihan serupa kepada UMKM, mereka ragu apakah UMKM mau membayar untuk pelatihan-pelatihan yang akan mereka adakan. Hal inilah yang berdasarkan kami "mengganggu" tumbuhnya entrepreneurship tersebut. Tetapi kami sendiri masih melihat peluang perjuangan edukasi UMKM masih sangat terbuka, alasannya yakni sudah banyak UMKM yang bisa berdikari dalam menyebarkan pengetahuan dan ketrampilannya sesudah perjalanan proses yang panjang.
Pembinaan UMKM yakni konsep bisnis edukasi yang bisa dikelola dengan cara komersial, semoga para pembina UMKM yang ketika ini masih menjadi relawan pembina UMKM pun bisa memulai bisnis dari bidang ini. Relawan pembina UMKM harus bisa menjadi seorang pengusaha (para pendamping UMKM - red) sebagaimana UMKM yang mereka bina selama ini. Mereka tidak harus "ngamen" training dari instansi pemerintah yang satu ke instansi yang lainnya, alasannya yakni mereka punya wadah sendiri yang bisa mereka kelola sebagai sebuah bisnis mereka. Sukses!