ADS

Beberapa Faktor Gagalnya Bisnis Franchise.

Beberapa Faktornya Gagalnya Bisnis Franchise.
Bisnis franchise banya menjadi pilihan para pemula usaha, dikala mereka tidak mau bersusah payah memulai perjuangan dari awal dan dikala mereka memang mempunyai modal perjuangan yang memadai. Mudah dan sanggup cepat kelihatan hasilnya, kira-kira menyerupai itulah impian mereka. 
 
Namun pada kenyataannya,  aneka macam rekan-rekan kami yang gagal dengan pilihan ini dan mulai berdiskusi dengan kami sambil mulai mengevaluasi permasalahan gagalnya bisnis franchise tersebut. Beberapa faktor yang menjadikan bisnis franshise tidak menguntungkan bagi penyewanya yang sempat diulas oleh salah satu media online (finance.detik.com) yaitu sebagai berikut:
 
1. Modal Investasi dan Franchise Fee yang Tinggi.

Modal investasi awal dan franchise fee sanggup sangat mempengaruhi keuntungan penyewa bisnis waralaba. Sebagai contoh, bila anda ingin membuka waralaba McDonald's, anda harus punya lokasi sendiri (sewa maupun hak milik), belum lagi royalti waralaba sekitar Rp 405 juta (US$ 45.000) untuk memegang hak waralaba selama 20 tahun, sesudah masanya habis maka sanggup diperpanjang.

Jika dihitung-hitung secara total, biaya yang anda harus keluarkan untuk membuka sebuah restoran cepat saji McDonald's berkisar antara Rp 4,5 miliar hingga Rp 14,4 miliar.

Yang paling merepotkan adalah, franchise fee yang harus disetorkan per tahun. Setiap tahun, pemegang waralaba harus menyetorkan 12,5% omzetnya ke pemilik waralaba. Jadi, berapapun omzet anda atau sebaik apapun bisnis, anda akan terus terikat dengan peraturan ini.

Ongkos sewa tahunan ini merupakan syarat paling standar dalam dunia waralaba. Bahkan, Burger King meminta embel-embel 4,5% bila ongkos waralabanya mencapai Rp 450 juta, sama menyerupai Dunkin' Donuts yang meminta embel-embel 5,9% untuk franchise fee di kisaran Rp 360-720 juta tergantung lokasi.

Dikurangi honor karyawan, uang makan dan pajak, sanggup terlihat bahwa memegang lisensi waralaba tidak semudah menyerupai kelihatannya.

2. Biaya Bahan Baku yang Mahal

Untuk anda sanggup tetap berbisnis, kebanyakan pemilik waralaba memaksa para pemegang lisensinya untuk membeli materi baku dari pensuplai yang biasanya masih ada kekerabatan 'spesial' dengan si pemilik waralaba. Biasanya, harga yang ditetapkan oleh pensuplai ini lebih tinggi ketimbang harga pasar.

Bahkan, beberapa pemilik waralaba masakan cepat saji mematok 5-10% lebih tinggi dari harga pasar untuk produk-produk menyerupai sayuran, tomat atau materi baku lainnya. Padahal, sayuran tetap sayuran yang harganya biasanya hampir sama, tapi ini menjadi salah satu cara lain si pemilik waralaba menggenjot laba.

Jangan sekali-sekali anda membatalkan pesanan materi baku dari si pemilik waralaba, alasannya yaitu bukan mustahil ia kan memutus kontrak anda di tengah jalan sehingga anda tak lagi sanggup berbisnis.

3. Minimnya Pendanaan

Kebanyakan pemegang lisensi waralaba tidak punya saluran ke pendanaan yang baik. Jadi, bila butuh embel-embel modal, kebanyakan pemegang lisensi waralaba harus merogoh koceknya sendiri. Bisa dibilang, pemegang lisensi waralaba bergantung pada diri sendiri.

Beberapa pemilik waralaba mengetahui hal ini dengan baik sehingga menunjukkan opsi cicilan untuk franchise fee, modal awal, materi baku dan peralatan untuk memulai waralaba. Situasi menyerupai ini biasanya lebih menarik para calon pemegang lisensi waralaba.

4. Minimnya Kontrol Lokasi atau Supervisi.

Beberapa waralaba punya hukum untuk tidak terlalu banyak membuka tokonya di sebuah kota demi menghindari saturasi pasar dan omzet yang anjlok. Akan tetapi banyak juga waralaba yang membuka toko sebanyak mungkin di sebuah kota demi menggenjot penjualan.

Itulah mengapa bukanlah sesuatu yang gila bila anda melihat lima gerai McDonald dalam radius 8 km alasannya yaitu perusahaannya berusaha untuk meraup setiap uang yang ada di wilayah tersebut. Pemilik waralaba memang sanggup untung banyak, tapi yang menderita yaitu gerai si pemegang lisensi waralaba, alasannya yaitu tiap muncul satu waralaba di lokasi yang sama, maka omzetnya sanggup turun hingga setengah.

5. Kurang Kreatif

Sebauh waralaba biasanya mewajibkan keseragaman. Mulai dari dekorasi toko, papan reklame, produk yang ditawarkan hingga seragam pelayannya harus sama. Untuk orang yang menyukai kreatifitas, ini sanggup menciptakan frustasi.

Jadi, bila anda yang terbiasa menjadi bos bagi diri sendiri, keseragaman ini mungkin cukup sulit dilakukan. Mungkin anda tidak cocok untuk berbisnis waralaba.

6. Pemilik Waralaba Kurang Mengenal Daerah Baru,

Anda niscaya sering mendengar kalau kunci sukses dalam berbisnis yaitu lokasi, lokasi, lokasi. Pasalnya, lokasi memang sangat mentukan sukses atau gagalnya sebuah bisnis.

Intinya, bila anda tidak sanggup menemukan lokasi yang sempurna untuk membuka waralaba, anda niscaya akan kesulitan, alasannya yaitu si pemilik waralaba pun tidak sanggup banyak membantu anda dalam menentukan lokasi.

Contohnya waralaba pizza. Anda tidak sanggup dengan gampang membuka gerai pizza di sebuah tempat yang cukup ramai penduduk. Tetapi, anda juga harus perhatikan tingkat usia di lokasi tersebut.  Salah besar bila anda membuka gerai pizza di lingkungan ramai tapi isinya orang tua. Lebih baik anda cari lingkungan yang lebih sepi tapi isinya anak muda semua. Riset menyerupai ini lah yang biasanya tak dimiliki oleh si pemilik waralaba. Si pemegang lisensi waralaba lah yang bertugas untuk melaksanakan riset ini sendirian tanpa dukungan kantor pusat. 
 
Selain ke-6 faktor di atas, beberapa hal yang kami lihat dari bisnis franchise masakan lokal adalah:
  1. SOP yang tidak baku, terbukti dikala kami mencoba salah satu franchise makan dari satu gerai dengan gerai yang lainnya yang notabene pemiliknya berbeda, kami menemukan bahwa cita rasa makanannya berbeda. Dan hal ini seringkali terjadi, seorang tidak ada standard dalam hal SDM, materi baku dan proses serta supervisi pada masakan akhir.
  2. Pencetus inspirasi franchise bukan dari founder (pendiri) bisnis masakan tersebut, contohnya yang mencetuskan inspirasi franchise yaitu orang lain atau anak dari pendiri bisnis tersebut yang tidak mendalami bisnis masakan tersebut, bahkan tidak menguasai resep orisinil dari masakan tersebut. Pencetus franchise hanya melihat bisnis franchise sebagai sarana untuk mengais banyak keuntungan dari merk yang telah mereka miliki.
  3. Lemahnya administrasi pengelolaan franchise dari pihak pemilik. Calon pembeli (penyewa) franchise harus benar-benar jeli dalam mengukur dan memahami administrasi bisnis franchise yang akan mereka beli, biar pilihannya tidak salah. Selain itu, pembeli franchise harus sanggup melaksanakan survey pasar di lokasi dimana beliau mau mendirikan bisnis tersebut. Mereka harus memahami teknik-teknik pemasaran yang fundamental alasannya yaitu sanggup jadi hal ini tidak tersentuh oleh pemilik franchise.
Demikian apa yang sanggup saya share kepada teman-teman pemula perjuangan dalam menentukan perjuangan franchise di masa mendatang.
 
Kesimpulan:

Menjalankan bisnis waralaba yaitu sebuah keputusan serius yang harus dilaksanakan dengan hati-hati. Sebelum anda menyewa waralaba, banyak belajarlah mengenai perusahaan yang jadi target, begitu pula dengan produk dan lokasinya. Karena bahkan dengan produk dan lokasi yang baik, belum tentu anda sanggup meraup laba. Jadi, pastikan adan tahu risikonya sebelum membuka waralaba.

Subscribe to receive free email updates:

ADS